Minggu, 26 November 2017

KISAH - KISAH DALAM AL-QUR’AN (IBRAHIM DAN ISLMAIL)

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Studi Al-Quran dan Hadist Teori dan Metodologi”

                                                                                  
                

Disusun Oleh:
Yudha Fitriani                              (17200011003)
Sinta Rahmatil Fadhilah              (17200010092)


Dosen Pengampu:
Dr. H. Akhmad Patah, M.Ag


BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
PASCASARJANA INTERDISIPLINERY ISLAMIC STUDIES
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

TAHUN 2017/2018

KATA PENGANTAR

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Alhamdulillah, ucapan syukur yang tiada hentinya kepada Allah ta’ala atas segala karunia yang telah diberikan kepada kita semua dengan sifat Maha Pemurah-Nya. Terutama atas anugerah akal, pikiran, dan waktu yang masih diberikan sampai saat ini, karena dengan anugerah itu pula, kami bisa menyelesaikan makalah ini. Serta tak lupa mengucapkan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau di akhirat kelak. Amiin.
Serta ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Qur’an dan Hadist Teori dan Metodologi bapak Dr. H. Akhmad Patah, M.Ag yang telah membimbing kami dan mentransfer banyak ilmu kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat menghargai kritikan, masukan, dan tanggapan yang membangun dari pembaca sekalian. Apabila ada kesalahan dan kekurangan dari penulisan ataupun isi dari makalah kami, kami mohon maaf. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Yogykarta, 20 Oktober 2017


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk yang diberikan untuk manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menengakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan terhadap Allah dan risalah-Nya serta memberikan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang juga berita-berita yang akan datang.[1]
Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi umat islam yang relevan sepanjang masa. Hal ini sangat terlihat pada petunjuk-petunjuk yang menjangkau seluruh aspek kehidupan. Adapun suatu peristiwa yang terdapat sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa tersebut terselip pesan-pesan dan pelajaran berkaitan dengan kisah-kisah bangsa terdahulu, serta adanya rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat untuk menanamkan kesan pada peristiw atersebut ke dalam hati.
Telah diyakini bahwa Al-Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-ajarannnya bersifat variatif dan dikemas sedemikian rupa. Ada yang berupa informasi terkait perintah dan larangan, serta ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk deskripsi kisah-kisah yang mengandung ibrah, dapat dikenal dengan istilah “kisah-kisah dalam Al-Qur’an”.[2]
Sebagai produk wahyu, kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentu sangat berbeda dengan cerita-cerita pada umumnya, karena adanya karakteristik yang terdapat dalam masing-masing kisah. Fenomena kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang diyakini kebenarannya sangat berkaitan dengan sejarah. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an merupakan bagian-bagian dari sejarah sebagai pelajaran kepada umat manusia dan dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah.[3]
Salah satu kisah yang terdapat di Al-Qur’an adalah kisah Nabi Ibrahim. Kisah ini tersebar di dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an. Nabi Ibrahim memberi contoh sikap atau perilaku manusia terhadap Tuhan, dengan imannya yang kuat, kesabaran, ketawakalan, keikhlasannya yang selalu di uji oleh Tuhan. Ia juga diceritakan oleh Al-Qur’an telah “menemukan” pengertian tentang tuhan dengan menggunakan akal pikirannya. Singaktnya, ia adalah imam dan juga suritauladan yang baik bagi umat manusia.[4]
Adapun kisah kelahiran Nabi Ismail yang merupakan putera Nabi Ibrahim dengan istrinya Siti Hajar. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah untuk diberikan keturunan yang baik, lalu Allah memberikan kabar gembira bahwa doa itu akan segera dikabulkan.[5]
Penemuan Nabi Ibrahim mengenai pengertian tuhan atau yang pantas disembah atau dimintai pertolongan, sebagaimana ditulis ‘Abbas al-‘Aqad dalam Abu al-Anbiya yang dikutip oleh Quraish Shihab, merupakan: “penemuan manusia yang terbesar dan yang tak dapat diabaikan oleh para ilmuwan atau sejarawan. Ia tidak dapat dibandingkan dengan penemuan roda, api, listrik atau rahasia-rahasia atom, betapun besarnya pengaruh penemuan-penemuan tersebut yang semua itu dikuasai oleh manusia. Penemuan Ibrahim menjadikan manusia yang awalnya tunduk kepada alam menjadi mampu menguasai alam, serta menilai baik dan buruknya. Penemuan manusia dapat menjadikannya berlaku sewenang-wenang, tetapi kesewenang-wenangannya tidak mungkin dilakukan selama penemuan Ibrahim a.s. penemuan tersebut berkaitan dengan kedudukannya sebagai makhluk dan hubungan makhluk dengan tuhan, alam raya dan makhluk-makhluk sesamanya”[6]
Demikian pentingnya posisi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bagi umat manusia terkait dengan ketauhidan. Maka Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk memerintahkan Nabi Muhammad SAW dan pengikut-pengikutnya untuk mengikuti millah atau agama Nabi Ibrahim sesuai dengan yang ditegaskan dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai dengan kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, mulai dari kelahiran hingga kewafatannya. Serta nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil sebagai pelajaran bagi umat manusia.

B.       Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang di atas, maka selanjutnya akan diarahkan untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud kisah dalam Al-Qur’an?
2.      Bagaimana Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam Al-Qur’an?
3.      Nilai-nilai kehidupan apa saja yang terkandung dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ?

C.      Tujuan
Dari rumusan masalah diatas maka dapat disimpulkan tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian kisah dalam Al-Qur’an
2.      Untuk mengetahui dan memahami kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam Al-Qur’an
3.      Nilai-nilai kehidupan apa saja yang terkandung dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kisah Dalam Al-Qur’an
1.      Pengerttian kisah Al-Qur’an
Dari segi bahasa kata kisah berasal dari bahasa Arab al-qhashshu atau al-qishshatu yang berarti cerita.[7] Adapun literatur lain menyebutkan kisah secara bahasa adalah cerita, kisah, hikayat, atau bisa juga disebut mencari jejak (QS. Al-Kahfi : 64), menceritakan kebenaran (QS. Al-An’am : 57) menceritakan ulang hal yang tidak mesti terjadi (QS. Yusuf : 5) dan cerita tersebut berurutan (QS. Ali Imran : 62).[8]
Jika dilihat secara istilah kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurut-urutan.[9] Maka qashash Qur’an berarti kabar-kabar Qur’an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi tentang sejarah bangsa-bangsa dan keadaan negeri-negeri zaman dahulu.
Adapun pengertian kisah dalam Al-Qur’an menurut Al Mujub dalam Nadzariyat Yahlilliyat fi al Qishas Al-Qur’an, menurutnya kisah Al-Qur’an merupakan segaja bentuk gambaran sejarah yang mana terdapat nilai-nilai kebajikan untuk memperbaiki kebejatan.[10]
Maka dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan tentang pengertian kisah dalam Al-Qur’an adalah cerita tentang masa lalu baik itu berupa cerita nabi, keadaan umat zaman dulu, peristiwa-peristiwa zaman dulu yang sarat akan nilai, kebaikan, dan pelajaran.
2.      Karasteristik kisah-kisah dalam Al-Qur’an
Sebagai produk wahyu, tentu saja kisah dalam Al-Qur’an berbeda dengan kisah dongeng, novel atau cerpen hasil kreasi manusia. Kisa-kisah dalam Al-Qur’an merupakan karya agung yang memiliki tema-tema tertentu, tujuan-tujuan, dan materi terkain tentang agama yang erat kaitannya dengan sejarah.
Kisah dalam Al-Qur’an mempunyai karasteristik tertentu yaitu pengulangan mempunyai tekanan yang berbeda setiap episode kisah,pengulangan bervariasi dalam cara dan tujuan kisah sehingga batang tubuhnya sama sehingga tidak membosankan, dan disampaikan dengan bahasa yang lugas serta dalam kisah memberikan kesempatan untuk mengembangkan pola piker yang kreatif. Hanya saja pengulangan kisah-kisah  itu dalam kalimat yang berbeda, kadang singkat, padat bahkan panjang lebar.
3.      Tujuan kisah-kisah dalam Al-Qur’an
Segala sesuatu yang tertuang di dalam Al-Qur’an mempunyai tujuan tertentu, begitupun juga kisah-kisah yang ada di dalam A-Qur’an juga memiliki tujuan, yaitu sebgai berikut :
a.       Untuk menjelaskan dasar-dasar dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para rasul
b.      Mengabadikan usaha-usaha para nabi dan mengungkapkan bahwa nabi-nabi dahulu adalah benar.
Ismail Lubis menambahkan bahwa menurut tinjauan pendidikan kisah mempunyai banyak faedah di antaranya :
a.       Kisah mendatangan kesan yang dalam bagi anak-anak dan orang dewasa, hanya saja perlu penyesuaian tema dan metode
b.      Kisah dapat menyentuh rasa dan logika orang yang terpelajar ataupun tidak
c.       Kisah dapat mengalihkan pengertian semata, ke dalam bentuk nyata







B.     Narasi Tentang Nabi Ibrahim dan Ismail
Nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan setelahnya, sosoknya memiliki hikmah dan  banyak pelajaran hidup yang dapat dipetik dari kisahnya. Nabi Ibrahim memiliki nama lengkap Ibrahim bin Azar atau Tarikh (250) bin Nahur (148), bin Sarugh (230), bin Raghu (239), bin Faligh (439) bin Abir (464) bin Syalih (433) bin Arfakhsyadz (438) bin Sam (438) bin Nuh (1.780 tahun).[11]
Dalam literatur lain menyebutkan bahwa nama dan usia silsilah nabi Ibrahim adalah Ibrahim bin Terah (250 tahun), bin Nahor (148), bin Serug (230), bin Rehu (239), bin Peleg (439) bin Eber (464), bin Selah (433), bin Arpakhsad (438), bin Sam(600), bin Nuh (1.780).[12]  Bahkan ada juga yang mengatakan Ibrahim bin Nakhur bin Sarugh bin Ra’u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh.[13] Dari beberapa perbedaan maka lebih merujuk kepada penulisan dan penyebutannya saja, hal tersebut dikarenakan penulis berasal dari daerah yang berbeda terlepas dari benar atau salahnya.
Nabi Ibrahim lahir  sekitar 2295 SM di Damsik (Bazrah) di gunung Qasiun adapun ahli biografi dan ahkli tarikh menyebutkan bahwa Ibrahim lahir di Babil, Kaldaniyua, Iraq. Beliau lahir ketika orang tuanya berusia 75 tahun, anak tertua dari 3 bersaudara setelahnya lahir Nahur dan Haran.[14] Adapun referensi lain menyebutkan bahwa Ibrahim lahir di Ur (Urkasdim), sebelah selatan Babylon daerah Iraq selatan, ayahnya bernama Azar bin Nahur dan ibunya Buna binti Kartiba.[15]
Nabi Ibrahim dilahirkan di tengah masyarakat yang penuh dengan kemusyrikan dan kekufuran, ayahnya seorang pembuat patung, dan pada saat itu raja yang berkuasa adalah raja Namrudz bin Faligh, bin Abir bin Shalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh  yang berkuasa selama 400 tahun di kerajaan Babylon. Namrud sangat gelisah dengan firasat yang beliau dapatkan bahwa akan lahir seorang anak laki-laki yang akan menggulingkan kekuasaannya. Sehingga beliau mengeluarkan undang-undang tentang anak laki-laki yang baru lahir harus dibunuh. Namun ayahnya Ibrahim tidak tega untuk membunuh bayi Ibrahim, maka beliau memutuskan untuk membuang bayi tersebut kehutan belantara, beliau mengira Ibrahim akan mati namun Allah menyelamatkan Ibrahim karena Allah ingin Ibrahim agar menjadi utusan-Nya untuk menyiarkan agama tauhid (monoteisme).
Ketika di hutan belantara Ibrahim diberi makan oleh Allah melalui jarinya, yang mana akan keluar madu jika beliau menghisap jarinya, sehingga beliau tidak kehausan dan kelaparan. Ketika azar dan istrinya menengok anaknya, mereka terkejut karena keadaan Ibrahim diluar akal dan dugaannya. Sehingga ketika undang-undang tentang membunuh anak laki-laki dicabut mereka membawa Ibrahim pulang ke rumah. Nabi Ibrahim tumbuh sehat jasmani dan juga cerdas otaknya.[16]
Nabi Ibrahim menggunakan akal sehat dalam mencari tuhan, beliau tidak meyakini apa yang diyakini oleh orang-orang pada masanya. Awalnya beliau menganggap bintang yang menerangi malam namun sinarnya hilang ketika muncul bulan terang (QS. Al An’aam : 76), lalu kemudian Ibrahim menyembah bulan, namun beliau kecewa karena bulan juga tidak selamnya muncul, bulan hilang ketika fajar tiba (QS Al An ‘aam 77), ketika di pagi hari sinar matahari terang menderang menyinari bumi maka beliau mengira telah menemukan apa yang dicarinya, namun matahari juga sirna ketika malam tiba (QS Al An’aam 78) dan Nabi Ibrahim pun terus mencari siapa Tuhannya yang memilki Kebesaran dan Kemuliaan, yang menciptakan, memelihara dan menghilangkan jagad raya serta seluruh isinya di langit, di bumi dan diantara keduanya (QS Al An’aam 79). Sampai pada akhirnya Ibrahim diperlihatkan Keagungan dan Kekuasaan Tuhannya (QS Al An’aam 75).[17]
Nabi Ibrahim menyadari apa yang diperbuat kaumnya dan ayahnya adalah sesat akibat kebodohan mereka yang tidak mau berfikir. Nabi Ibrahim menyangkal apa yang disembah oleh ayahnya adalah hal yang masuk akal (Q.S Ash-Shaaffat: 95-96). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kaumnya menyembah patung pahatan yang mereka buat sendiri (Q.S Al-An’am: 74), Nabi Ibrahim menjelaskan bahwa mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Namun keluarganya berkilah bahwa keyakinan itu adalah warisan leluhur mereka (Q.S Al-An’am: 80-83), mereka menakut-nakuti Ibrahim dan meyakininya bahwa beliau akan mendapat murka dari berhala-berhala sesembahan mereka. Nabi Ibrahim bersikukuh bahwa beliau tidak takut kepada tuhan-tuhan mereka, beliau hanya takut kepada Allah. Sampai pada akhirnya beliau mendapat firman untuk mempertebal imannya.[18]
Dalam dialog Nabi Ibrahim dengan ayahnya, beliau di anugerahi suatu pemikiran yang luar biasa dan keberanian untuk mengemukakan pendapatnya agar ayahnya memperoleh kebenaran yang sesungguhnya, namun ayah Nabi Ibrahim sangat marah atas perdapat dari anaknya, ayah mengusir dan mengancap Nabi Ibrahim akan melemparnya batu kepada beliau sampai mati. Waalaupun ayahnya marah NAbi Ibrahim tetap berdo’a kepada Allah untuk mengampuni ayahnya (QS. Maryam : 42-46).
Setelah pendapat Ibrahim ditolak oleh ayahnya bahkan di usir, beliau mulai menyebarkan dakwah kepada kaumnya untuk meninggalkan peribadatan berhala-berhala. Nabi Ibrahim terus berjuang untuk membasmi kemusyrikan namun kaumnya bersikeras menolak. Kaumnya menyanyakan apakh nabi Ibrahim main-main, dan beliau menjawab bahwa beliau tidak main-main dan mempunyai bukti yang tak terbantah. Kemudian nabi Ibrahim diam-diam menghancurkan berhala-berhala dan membiarkan berhala yang besar tetap utuh. Sampai pada akhirnya ketika mereka mengetahui bahwa berhalanya hancur, mereka beramai-ramai menangkap nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim mengatakan bahwa pelaku perusakan adalah berhala yang paling utuh dan menyuruh kaumnya untuk menanyakan kepada berhala yang paling besar tentang kejadian tersebut. Namun kaumnya terkejut dan menganggap permintaan Ibrahim adalah sesuatu yang konyol. Ketika Ibrahim mendengar jawaban mereka, Ibrahim langsung menyeru agar mereka menganut agama tauhid. Mereka merasa terpojok, kemudian mereka menjatuhkan hukuman bakar kepada beliau, namun Allah memberikan karunia yang banyak kepada nabi Ibrahim yaitu menyelamatkan beliau dari kebakaran dan kekejaman kaumnya. (Q.S Al-Anabiya:51-73).[19]
Setelah dewasa nabi Ibrahim menikah dengan Sarah. Sarah merupakan wanita mandul yang tidak dapat mempunyai anak. Pada saat nabi Ibrahim hijrah dari Mesir ke Kan’an, Fir’aun memberikan hadiah yaitu Siti Hajar binti Sanan Bin Alwan yang kemudian dijadikan budak oleh Siti Sarah. Siti Sarah menyarankan Ibrahim untuk menikahi Hajar karena Siti Sarah tidak dapat memberikan keturunan. Setelah mendapat ijin, Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar dan dianugerahi anak pertama yaitu Nabi Ismail.[20] Sebelum Nabi Ibrahim wafat, beliau jatuh sakit dan meninggal pada usia175 tahun dan dimakamkan di goa di daerah Hebron. Ada juga yang mengatakan bahwa nabi Ibrahim meninggal pada usia 170 tahun dan 200 tahun.[21]
Nabi Ismail (1911 – 1779 SM ) merupakan putera pertama Nabi Ibrahim dengan istri keduanya Siti Hajar. Seperti halnya sang kakak Ishaq, Ismail juga lahir di Al-Khalil (Hebron), wilayah Kanaan (palestina). Namun ketika beliau berusia 2 tahun Nabi Ibrahim meninggalkan Ismail bersama ibunya Siti Hajar di sebuah lembah sempit yang kini dikenal sebagai Mekkah. Awalnya Ismail dan ibunya tinggal hanya berdua di lembah tandus tersebut. Namun setelah mata air zam-zam memancar, berduyun-duyunlah orang mencari air dan meminta izin untuk mendirikan pemukiman di tempat Ismail dan ibunya tinggal tersebut. Atas izin Hajar, dibukalah tempat itu emnjadi sebuah perdesaan, yang kemudian berkembang menjadi sebuah perkotaan. Ismail dan Hajar tetap dianggap sebagai penguasa di kota tersebut.[22]
Nabi Ismail ditinggalkan di Mekkah atas permintaan Sarah, Sarah meminta agar Ismail dan Hajar dijauhkan dari beliau. Dan sebelum Nabi Ibrahim meninggalkan Ismail, beliau meminta kepada Allah agar menjaga dan menyayangi keduanya (QS. Ibrahim : 37). Namun ketika persediaan air Hajar dan Ismail habis, maka Hajar mencari sumber air dengan melihat dari atas gunung, akan tetapi Hajar sama sekali tidak melihat sumber air. Kemudian Hajar meminta pertolongan kepada Allah dan kembali kepada Ismail yang sedang menangis. Hajar memukul tanah dengan kaki Ismail, maka memancarlah mata air, yaitu mata air zam-zam.[23]
Nabi Ismail menikah dengan salah seorang perempuan mekkah. Ketika Ibrahim datang ke Mekkah hendak mengunjungi Ismail, Ibrahim tidak bertem dengan Ismail melainkan dengan perempuan kasar lagi keras hatinya. Sehingga Ibrahim berpesan agar Ismail meninggalkan wanita itu melalui pesannya kepada wanita tersebut, lalu Ibrahim pergi. Kedua kalinya Ibrahim datang dan tidak juga menemui Ismail, tapi bertemu dengan wanita yang baik dan lembut. Sehingga Ibrahimpun berpesan kepada wanita itu untuk menyampaikan pesannya untuk selalu tetap bersamanya, Nabi Ismail dikaruniai 12 anak.[24]
Setelah selang beberapa waktu yang cukup lama, Ibrahim datang lagi ke Kota Mekkah, Ibrahim menyampaikan perintah Allah untuk membangun Baitullah di Mekkah dan Ibrahim eminta pertolongan Ismail. Dan Ismail pun meminta agar ayahnya segera menjelankan apa yang diperintahkan oleh Allah.[25]
Nabi Ibrahim bermimpi bahwa beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya yaitu Ismail. Ismail menyerahkan diri kepada ayahnya agar ayahnya taat  kepada perintah Allah (Q.S Ash-Shaaffat:102).  Setelah Ibrahim melaksanakan seperti apa yang diperintahkan oleh Allah, maka kemudian Allah mewahyukan agar Ibrahim menggagalkan, dan Allahpun menebusnya dengan domba besar sebagai gantinya.[26]
Nabi Ismail meninggal di Palestina pada Usia 137 tahun, dan ada pula referensi lain mengatakan bahwa beliau meninggal di Mekkah, dan dimakamkan di dekat Hajar Aswad Baitul Haram.[27]

C.    Nilai-Nilai Kehidupan Yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Ibrahim Dan Nabi Ismail
Jika dilihat dari klasifikasinya kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail  di dalam Al-Qur’an termasuk kedalam qashashul anbiya’ (kisah nabi-nabi). Qashashul anbiya’ adalah kisah para nabi yang diceritakan di dalam Al-Qur’an tentang mukjizat para nabi yang diberikan oleh Allah kepada mereka, dakwah para nabi, dan tahapan perkembangannya, serta akibat yang akan diperoleh oleh orang-orang yang menerima dakwah mereka dan juga balasan terhadap mereka yang mendustakannya. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa kisah para  nabi ini adalah kisah yang ditinjau dari segi materi.[28] Sedangkan Ahmad Jamal al Umry mengatakan bahwa kisah para nabi yang terdapat di dalam Al-Qur’an adalah kisah Tarrikhiyat. Adapun kisah tarrikhiyat merupakan cerita tentang tempat, peristiwa, serta orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut.[29]
Terlepas dari klasifikasi, apakah itu kisah para nabi adalah qashashul anbiya’, kisah dari segi materi, ataupun kisah tarrikhiyat. Kisah para nabi tetaplah sejarah yang menceritakan tentang perjalan para nabi, mukjizat yang diterima para nabi, rintangan yang dihadapi para nabi dalam menegakkan kebenaran. Yang mana semua itu dapat dijadikan ibrah dalam kehidupan, bermanfaat untuk dunia, dan berguna di akhirat.
Dalam kitab suci Al-Qur’an, banyak kisah yang disebutkan berulang-ulang bahkan sampai beberapa puluh kali. Kisah nabi Ibrahim disebutkan 99 kali sedangkan kisah nabi Ismail disebutkan 12 kali.[30] Adapun di dalam referensi lain bahwa nama nabi Ibrahim disebutkan 62 kali dalam 24 surat dalam Al-Qur’an.[31]
Peristiwa dari kisah yang terdapat di dalam Al-Qur’an merupakan gambaran realitas dan logis bukan hanya sekedar kisah fiktif, kisah-kisah dalam Al-Qur’an tersebut juga dapat memberikan imajinatif, kesejukan, budi pekerti yang baik, renungan, pemikiran, kesadaran dan ibrah dalam kehidupan umat manusia.[32] Menurut Al-Suyuti kisah dalam Al-Qur’an merupakan bagian dari sejarah untuk dijadikan pelajaran dan peristiwa dalam Al-Qur’an dapat diambil manfaatnya.[33]
Nilai pendidikan intelektual lebih terasa jika pembaca merenungkan kisah Nabi Ibrahim ketika  ia  menemukan Tuhan  yang  sebenarnya melalui  proses berpikir  dan  perenungan.  Ibrahim akhirnya dapat menyimpulkan siapa sebenarnya Tuhan yang patut disembah itu.  Mula-mula Ibrahimelihat bintang-bintang di malam gelap gulita. Ia berkata: Inilah Tuhanku” (QS. Al An’aam 76). Lalu bintang- bintang itu tenggelam ketika melihat bulan terbit, kemudian tenggelam, melihat matahari terbit, lalu terbenam. Dari berbagai kasus yang dialami Ibrahim disertai dengan perenungan terhadap fenomena alam, akhirnya Ibrahim menemukan Tuhan yang sebenarnya. Secara lebih rinci, kisah pencarian Ibrahim terhadap Tuhannya. Salah satu tujuan pokok diturunkannya al-Quran adalah untuk  memperbaiki  akidah  seseorang  agar  kembali  kepada agama tauhid, tidak menyekutukan Tuhan. Oleh sebab itu, ada sebagian kisah yang mengandung dan memperkokoh nilai-nilai pendidikan tauhid.[34]
Jika direlevankan dengan kehidupan saat ini maka dapat dilihat beberapa implementasi kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam beberapa spesifikasi :
1.      Konselor
Psikologi dianggap sebagai sebuah disiplin ilmu yang resmi muncul pada tahun 1879,  yang mana ketika itu Wilhelm Woundt membuka Institut psikologi di Universitas Leipzik. Lalu di tangan Willian James (1842-1910) sebagai pelopor pertama di Amerika Serikat, berhasil membuat psikologi berkembang pesat sebagai satu disiplin ilmu yang diakui dan diperhitungkan.[35] Dan mulanya gerakan konseling dikembangkan oleh Frank Parson (1908) dengan membuat sebuah lembaga untuk memberikan bantuan kepada masyarakat pada zamannya.[36]  Psikologi dan bimbingan konseling merupakan disiplin ilmu yang terkait tentang proses pemberian bantuan kepada orang melalui pendekatan terapis dan juga memberikan bimbingan dan nasihat.
Jika ditinjau ulang hal tersebut di atas sudah dilakukan oleh Nabi Ibrahim jauh sebelum Wilhelm Wound dan Frank Parson mengembangkan psikologi dan juga bimbingan konseling dalam memberikan bantuan kepada orang. Nabi Ibrahim sudah memberikan nasihat atau bimbingan 2000 SM
Kecerdasan manusia dibagi tiga yaitu cerdas inteleqtual, cerdas emosional, dan cerdas spiritual.[37] Kecerdasan ESQ adalah modal yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim dalam memberikan Nasihat dan Bimbingan kepada ayah, kaum, raja, dan anaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari cara nabi Ibrahim dalam menjalani perjalanan hidupnya.
Sebagai seorang konselor tidak hanya harus memiliki kecerdasan, namun juga harus memiliki kepribadian yang bagus. Yang mana kepribadin disini menurut Phares adalah pola yang khusus dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku  dari seseroang yang dapat membuatnya berbeda dengan orang lain, kepribadian tersebut tidak berubah dalam kurun waktu dan situasi.[38]
Nabi Ismail merupakan salah satu yang dapat dijadikan contoh oleh seorang konselor, yiatu seorang yang jujur dan dapat dipercaya. (QS. Maryam :54) dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa sebutlah dalam Al-Qur’an yang telah diwahyukan kepada NAbi Muhammad SAW bahwa Ismail tidak pernah berdusta dan tidak pernah mengingkari janji.
Hal lain yang dapat dijadikan pelejaran untuk seorang konselor dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yaitu sifat-sifat yang ditunjukkan oleh nabi Ibrahim dan nabi Ismail seperti sabar, ikhlas, gigih, pantang menyerah, patuh atau taat dan bersyukur atas nikmat Allah.
2.      Kepemimpinan
Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu contoh yang diberikan oleh Nabi Ibrahim kepada seluruh manusia (QS. Al-Baqarah : 124) dan (ingatlah), ketika Ibrahim diujiTuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
Rasa percaya diri yang dimiliki Ibrahim dan Ismail dalam memberikan da’wah kepada kaumnya, sehingga hal itu memberikan pengaruh. Pengaruh yang besar ditunjukan oleh banyaknya kaum yang mengikuti monotheisme beliau. Memilki kesabaran dalam menghadapi berbagai tantangan, memiliki perilaku yang asertif yakni rasa percaya diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut, berkomunikasi dengan orang lain dengan lancar.[39] Pribadi yang disiplin juga ditunjukan oleh Nabi Ibrahim dan juga Nabi Ismail dalam ketaatan terhadap perintah Allah.
Nilai-nilai lainnya yang dapat diteladani dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail adalah nilai norma social yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, contohnya kisah nabi Ibrahim yang menyeru kaumnya untuk berhenti menyembah berhala-berhala agar kembali ke kebenaran yang masuk akal. Dan juga sifat musyawarah yang ditunjukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
3.      Nilai-nilai dalam Keluarga
Rasa saying yang ditunjukan oleh Ibrahim kepada kita yaitu dimulai dari keluarga, yang mana ketika nabi Ibrahim mengetahui tentang kebenaran tuhan orang yang pertama kali diberikan dakwah oleh nabi Ibrahim adalah ayahnya. Walaupun pada akhirnya nabi Ibrahim akan dibunuh nabi Ibrahim tetap memberikan kasih sayangnya kepada keluarganya melalui do’a.
Rasa kasih sayang kepada istri juga ditunjukan nabi Ibrahim lewat kecembuan Sarah, sehingga dengan perintah Allah nabi Ibrahim pun dengan besar hati menjauhkan Ismail darinya. Walaupun sudah jauh nabi Ibrahim tetap mengunjungi nabi Ismail dan Hajar.
Hubungan yang baik antara orang tua dengan anak adalah pelajaran yang dapat dijadikan pedoman dari kisah Nabi Ibrahim dan Nsbi Ismail, tanggung jawab sebagai orang tua yang ditunjukkan oleh Ibrahim kepada Ismail, memberikan nabi Ismail pesan untuk menggganti ganggang pintu. serta rasa hormat dan kepatuhan sebagai seorang anak kepada orang tua yang ditunjukkan oleh Ismail. (QS As- Shafat : 102) Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".  Jadi nilai-nilai yang diterapkan oleh nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam keluarga adalah bentuk ketaatan beliau terhadap perintah Allah.


BAB III
PENUTUP

KESIMPILAN
Dari uraian Bab, Sub Bab terdahulu yang telah selesai penulis uraikan tentang kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam Al-Qur’an. Maka sampailah penulis pada tahap terakhir yaitu penyampaian kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pengertian kisah dalam Al-Quran, Maka dari beberapa pengertian penulis menyimpulkan tentang pengertian kisah dalam Al-Qur’an adalah cerita tentang masa lalu baik itu berupa cerita nabi, keadaan umat zaman dulu, peristiwa-peristiwa zaman dulu yang sarat akan nilai, kebaikan, dan pelajaran. Sebagai produk wahyu, tentu saja kisah dalam Al-Qur’an berbeda dengan kisah dongeng, novel atau cerpen hasil kreasi manusia. Kisa-kisah dalam Al- Qur’an merupakan segaja bentuk gambaran sejarah yang mana terdapat nilai-nilai kebajikan untuk memperbaiki kebejatan.
2.      Narasi tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail secara singakat dalam bab sebelumnya adalah kisah kelahiran nabi Ibrahim, perjanan hidup yang penuh tantangan, menikah dengan siti sarah, sampai tua renta tidak mempunyai anak, kemudian Sarah menyusuh Ibrahim menikah dengan budaknya Hajar, maka lahirlah Ismail. Kisah penyembelihan dan terbangunya ka’bah.
3.      Nilai-Nilai Kehidupan Yang Terkandung Dalam Kisah Nabi Ibrahim Dan Nabi Ismail, yakni banyak sekali pelajaran yang dapat di ambil baik itu untuk masyarakat umum, atau berbagai elemen masyarakat. Contohnya untuk sorang konselor, pemimpin, anak, bahkan orang tua.







DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ari Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual : ESQ. Jakarta: Arga, 2001.
Aizid, Rizem. Ibrahim Nabi Kekasih Allah. Yogyakarta: Saufa, 2015.
Asy-Syirbasi, Ahmad. SejarahTafsir Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.
Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an Dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dhana Bhakti Prima Yasa, 2003.
Fadlol, Ahmad, Anang Muqoddam, and Dkk. Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi. Yogyakarta: Idea Pres Yogyakarta, 2011.
Fikri, Ali. Jejak-Jejak Para Nabi. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003.
Izzan, Ahamd. Ulumul Qur’an. Cet. IV. Bandung: Tafakur, 2011.
Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Cet. I. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
L. Gibsom, Robert, and Marianne H. Mitchell. Bimbingan Dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Mana, Khalil Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Litera Antar Nusa, 1996.
Murdodiningrat. Kisah Teladan 25 Nabi Dan Rasul Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
mursidi, khamid Mashudi, and Dkk. Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi. Yogyakarta: Idea Pres Yogyakarta, 2011.
Mustaqim, Abdul. “Kisah Al-Qur’an : Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai Pendidikannya.” Ulumuna XV (2011).
Nursalim, Mochamad. Bimbingan Dan Konseling Pribadi Dan Sosial. Yogyakarta: Ladang Kata, n.d.
Shabuniy, Muhammad Ali Ash. Kenabian Dan Para Nabi. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 2007.
                                                                                                         
                                                                                                         


[1] Khalil Qattan Mana, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1996), 67.
[2] Muhammad Chirzin, Al-Qur’an Dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dhana Bhakti Prima Yasa, 2003), 117.
[3] Ahmad Asy-Syirbasi, SejarahTafsir Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), 127.
[4] Asy-Syirbasi, 175.
[5] Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Cet. I (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), 247.
[6] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), 29.
[7] Ahamd Izzan, Ulumul Qur’an, Cet. IV (Bandung: Tafakur, 2011), 212.
[8] mursidi, khamid Mashudi, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi (Yogyakarta: Idea Pres Yogyakarta, 2011), 176.
[9] Ahmad Fadlol, Anang Muqoddam, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi (Yogyakarta: Idea Pres Yogyakarta, 2011), 117.
[10] mursidi, Mashudi, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi, 177.
[11] Murdodiningrat, Kisah Teladan 25 Nabi Dan Rasul Dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 313.
[12] Katsir, Kisah Para Nabi, 207.
[13] Rizem Aizid, Ibrahim Nabi Kekasih Allah (Yogyakarta: Saufa, 2015), 21.
[14] Muhammad Ali Ash Shabuniy, Kenabian Dan Para Nabi (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), 243.
[15] Murdodiningrat, Kisah Teladan 25 Nabi Dan Rasul Dalam Al-Qur’an, 313.
[16] Murdodiningrat, 316.
[17] Murdodiningrat, 318.
[18] Murdodiningrat, 320.
[19] Murdodiningrat, 326.
[20] Murdodiningrat, 332.
[21] Katsir, Kisah Para Nabi, 310.
[22] Aizid, Ibrahim Nabi Kekasih Allah, 109.
[23] Ali Fikri, Jejak-Jejak Para Nabi (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), 52.
[24] Fikri, 54.
[25] Katsir, Kisah Para Nabi, 256.
[26] Fikri, Jejak-Jejak Para Nabi, 61.
[27]Fikri, 65.
[28] Fadlol, Muqoddam, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi, 120.
[29] mursidi, Mashudi, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi, 178.
[30] mursidi, Mashudi, and Dkk, 179.
[31] Aizid, Ibrahim Nabi Kekasih Allah, 242.
[32] mursidi, Mashudi, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi, 177.
[33] Fadlol, Muqoddam, and Dkk, Studi Al-Qur’an Teori Dan Metodologi, 118.
[34]Abdul Mustaqim, “Kisah Al-Qur’an : Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai Pendidikannya,” Ulumuna XV (2011): 275–77.
[35] Robert L. Gibsom and Marianne H. Mitchell, Bimbingan Dan Konseling (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 6.
[36] L. Gibsom and H. Mitchell, 8.
[37] Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual : ESQ (Jakarta: Arga, 2001), 57.
[38] Mochamad Nursalim, Bimbingan Dan Konseling Pribadi Dan Sosial (Yogyakarta: Ladang Kata, n.d.), 161.
[39] Nursalim, 107.